Skip to main content

Posts

Showing posts from 2016

JANGAN (pernah) KHAWATIR

Mengapa khawatir? Kita pasti punya mau. Kita punya ingin dan harap apa yang diinginkan dan diharapkan akan didapat dan akan terjadi. Mimpi tentang sebuah kejadian dan mimpi tentang sebuah apapun untuk didapatkan. Pun juga kita punya ingin agar jalan atau proses mendpatkannya adalah dengan yang kita mau. Yang baik yang enak yang ringan yang singkat yang instan, itu semua yang kita inginkan sebagai jalan yang ditempuh.  Kenapa seperti itu? Seringnya kita tidak sadar bahwa itu hanya siratan dari ego dan nafsu belaka. Nafsu yang membuat kita mempunya banyak ingin mempunya banyak impian tentang apa dan bagaimana sebuah nanti akan ditemui. Nafsu dan ego yang membuat kita khawatir, bukan benda yg kita inginkan. Jadi diri sendiri lah yang membuat kita khawatir. Khawatir, iya, khawaitr kalau yang diinginkan itu tidak didapat. Khawatir akan seperti apa nanti kalau yang ada di impian tidak terjadi. Takut lebih tepatnya akan menghadapi kenyataan. Paahal itu hanyalah keinginan, siratan dari naf

Kebaikan Apa sih.....

Apakah yang tersirat dalam benak hati dan fikiranku tadi. Ketika ku sendiri lembur di BP dari pagi sampe malam. Sebetulnya tidak ada sama sekali hubungannya dengan itu semua. Sungguh bukan maksud memberi benang merah atas semua pada hari ini. Sekedar tersirat untuk menuliskan tentang apakah arti dari kebaikan itu. Huh, sungguh fana sepertinya menuliskan arti definisi ataupun pula makna kebaikan. Barangkali hanya sekedar refleksi tentang pemahaman diri dan opini pribadi aku tentang hal itu semua. Saat terbersit pun tak ada kerangka jelas dalam rongga-rongga otak ini akan kemana arah opini itu nanti pada teks ini.  Mari kita mulai dengan bertanya. Pernahkan aku melakukan kebaikan? Dan kujawab pasti pernah. Pastilah pernah. Kan kita manusia. Jadi pernah kebaikan dan pernah pula keburukan, yang dilakukan. Kalau kita telah mengakui itu kebaikan masih pantaskah itu disebut kebaikan. Bukankah membanggakan kebaikan kebaikan adalah salah satu bentuk keburukan. Ah sudahlah, kita ni

Aku merasakannya (lagi?)

Iya, aku merasakannya. Aku menikmati moment-moment ini. Rasa dimana aku ... ah memang aku merasakannya. Dia memang dia. Dia yang sedang mendampingiku. Dia dengan cinta dan sayangnya. Itu. Itu telah sedikit menggoreskan ukiran manis di hidupku saat ini. Aku tak mengira telah sampai saat ini aku mengecapnya.  Memang bukan aku yang memulainya. Tapi ini tetaplah indah. Terimakasih untuk telah memulainya. Aku kini akan mengusahakan untuk memulai yang lain untuknya. Lantas apa yang harus kita lanjutkan. Kita saling sepakat untuk menjalaninya dulu.  Aku yang tak menyadari ini, ternyata semua mengalir indah. Indah kurasa. Dan kuharap dia pun merasakan indah. Sedang menjalani dan ku rasa masih saling menjajaki. Aku memang belum memutuskan dan menetapkan apapun tapi aku sedang menikmati perjalanan ini. Ini memang indah. Dan dia telah membuatnya. Dia pun kifiir mungkin belum pula menetapkan dan memutuskan, atau mungkin aku juga tidak tahu. Dia bilang kenyamanan didapat ketika kubersamai. Da

SEDANG LELAH

       Aku lelah. Terus terang aku merasakannya. Terus terang aku merasakan hal dimana biasanya aku berkalimat-kalimat ku menasehati orang-orang yang kupedulikan. Dan sekarang aku kena. Ku dapat gilirannya. Hahahaha. Apakah ku pantas tersenyum ataukah ku juga harus menasehati diri ini sendiri akan kelelahan yang sedang ku rasa. Ya ALLAH tapi being honest aku merasakannya. Lebih sensitif, mudah marah, mudah 'baper' orang bilang, dan sedang tak suka untuk diatur.        Mengapa? Aku pun tak tahu. Mungkin ku bilang ini sudah waktunya. Waktu apa, apakah waktu untuk pamit? Apakah waktu untuk segera mencari yang baru? Apakah sudah pasti pula yang baru akan segera di dapat dan akan nyaman pula ku disana? Aku jawab aku tak tahu.       Tapi ini yang kurasa. Sudah berapa kali aku menulis; keluhan. Memang lemah diri ini. Aku merasakannya. Maaf ya ALLAH. Maaf wahai semua, aku bisa menasehati kamu dan kamu, tapi untukku sendiri pun aku tak kuasa menggerakkan menguatkan diri ini kembali.  

SEMPURNA

Menanti, melihat, menyaksikan dan merasa. Kebenaran milik siapa. Sempurna. Kenapa mendambakan yang sempurna disaat diri pun sulit mencapainya. Nafsu. Ya memang itu yang mungkin mensugesti fikiran dan rasa untuk sombong menilai. Dengan obsesi tinggi mendamba kesempurnaan dari yang diharapkan. Mencari dan terus mencari. Menemui dan lagi dan lagi menemui dia yang baru, dia yang berbeda. Selalu ada beda. Memang beda. Dan jelas tak sama. Yang bisa kita simpulkan bila sadar kalau mereka sama adalah mereka punya kelebihan, pun juga mereka punya kekurangan. Itu, ternyata, pasti. Dan itu, ternyata, memang benar. Itu kebenaran. Yang sampai sekarang belum diri ini pahami adalah barangkali obsesi nafsu yang terlalu tinggi dan kesulitan memberikan empati pada rasanya dan nafsunya.  Masihkan rasa ini akan terus mengejar dan merasa. Ingat, tak ada yang sempurna. Hanya DIA. 

PASSION TERPAKSA

PASSION itu rasa, Terpaksa juga rasa. Bagaimana apabila rasa yang tercipta tak sesuai dengan cita yang disemogakan. Aku ingin bilang apa. Ini yang dijalani sekarang. Hatiku tak bergetar disini. Malah terbeban fikiran sampai tidurku terbawa imajinasi tekanan. Apamau dikata, ini yang dijalani sekarang. Hati bergetar endorfin mengalir disaat yang diminati terkadang dipandang dan hanya merasa merasakan.  Terpaksa, menekan passion. Diminta sabar. Berusaha membiarkan. Hati fikiran merana. Aku sedang mengeluh. Iya memang.  Doa selalu terpanjat. Pasrah sebetulnya apakah semena-mena pasrah. Tidak bisa seperti itu. Tetapi memang kesulitan untuk bergerak. Terus terang tidak tau harus kumulai dari mana. Mencoba menghibur diri. Sendiri. Kadang juga memikirkan. Sendiri. Bersyukur dulu.